Pages

Sakit gigi atau sakit hati?

"Lebih baik sakit gigi, daripada sakit hati ini.... uouo...." temen temen tau tentang lagu itu? Kira kira seperti itu liriknya. Tentu saja bagian uouo merupakan improvisasi dari saya. Kalo kata orang, sakit gigi adalah sakit yang berkepanjangan. Nyerinya tuh nggak abis abis. Tapi tetep aja lebih mending daripada sakit hati. Karna kita nggak tau gimana mengobatinya dan bisa lebih lama daripada sakit gigi. Benarkah? Saya rasa teori ini perlu di kaji ulang.

Dari kecil saya sudah akrab dengan sakit gigi. Berkali kali saya ke dokter gigi, tapi gigi yang selalu bermasalah hanya satu. Ya hanya satu dan terus menerus meskipun sudah di tambal. Entah apa yang salah dengan gigi graham saya yang satu ini. Mungkin saking jengkelnya dokter dengan gigi saya yang satu ini, mereka ingin sekali mengatakan “Wah, nggak bisa di tambal ini mas. Ini harus ganti yang baru. Mau yang standard apa yang bagus?:D”(emangnya ban motor dok).

Yah meskipun sudah ditambal berulang kali, entah kenapa tambalannya selau di lapisi terus menerus. Kebayang mekanismenya? Jadi pertama tama dibius, dihancurkan tambalannya dengan bor lalu di tambal lagi. Sampai ketika tambalan terakhir saya waktu SMA, gigi original saya terlihat tipis sekali. Hanya tambalan gigi yang terlihat dominan nemplok ditengah.

Saya paling nggak tahan ketika sakit gigi. Semuanya serba nggak enak. Makan nggak enak, ngomong nggak enak. Rasanya pengen cepet cepet pulang kerumah minta anter papa saya ke dokter gigi (yeeek, manjaa). Lah gimana lagi, kalau saya pingsan waktu perjalanan atau ketika di bor sama dokter gimana coba? (lebay mode on).

Pada waktu kuliah ketika saya berfikir gigi saya sudah jinak, tiba tiba mahkota gigi saya patah. Jadi yang tersisa hanya bagian bawah gigi, tambalannya dan sedikit bagian gigi di pinggir pinggir. Sayapun mencoba untuk berobat mandiri di kedokteran gigi airlangga yang kebetulan ada prakteknya.

Perasaan mulai aneh ketika saya tidak langsung ditangani seperti pasien biasa. Saya dilempar kesana kemari bahkan foto ronsen gigi untuk mengetahui kedalaman lubang di gigi saya. Sampai sampai si dokter yang merupakan dosen disana pun ikut turun tangan dan hasilnya? “Wah ini terlalu dalam mas, harus spesialis dan nggak bisa sekali periksa. Biayanya juga mahal bisa sampai 1 juta kalau buat mahkota palsu” Buseet, mendengar perkataan dokter saya mundur perlahan lalu lari ngibrit dari rumah sakit.

Awalnya saya pikir semua akan baik baik saja karna memang nggak sakit. Tapi lama kelamaan mahkota gigi saya tambah terkikis. Dan voila! Sekarang yang terlihat hanya tambalannya saja yang nemplok di  bagian gigi bawah saya yang tersisa. Ini mulai mengganggu, makanan mulai terselip di antaranya. Sampai akhirnya kepanikanpun memuncak saat saya menggunakan tusuk gigi dan tambalan saya ikut tercongkel :o

Panik, lubang besar lebar menganga di gigi saya. Tapi saya belum merasa sakit. Saya bingung, mau pulang ke kudus tapi jauh, lama lagi. Saya sadar kalau lubang ini menganga terlalu lama maka rasa sakit akan segera datang. Maka saya memutuskan untuk memasang tambalan saya kembali. Ya pasang lagi. Tambalan saya yang sebesar kerikil itu saya tancapkan kembali di lubang dimana dia seharusnya berada. Saya seperti memiliki port USB di mulut saya yang bisa saya lebas dan saya pasang lagi. Jijik? Sebenernya saya juga. Tapi tidak ada pilihan lain. Someone must do this dirty job!


Jadi untuk lagu ”Lebih baik sakit gigi, daripada sakit hati inii... uouo...” Saya rasa penulisnya harus memikirkannya kembali. Mungkin dia bisa memulainya dengan cara bertukar gigi dengan saya. :)

Galih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar